Kisruh Lahan Fasos dan Fasum, Warga Desa Way Huwi Ngadu Ke Komisi 1 DPRD Lampung Selatan
Kupasindonesia.com ,|Lampung Selatan| ,– Didampingi mantan Kapolda Lampung, Ike Edwin Desa Way Huwi, Jati Agung, Lampung Selatan mengadu ke DPRD Lampung Selatan terkait sengketa lahan fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos) dengan PT. BTS, anak dari perusahaan CV. Bumi Waras (BW).
Kepala Desa (kades) Way Huwi, M. Yani mengatakan kedatangan warga ke DPRD Lampung Selatan untuk mengadu terkait sengeketa fasum-fasos dengan PT. BTS, anak dari perusahaan CV. Bumi Waras (BW).
‘Kami datang ke DPRD untuk mengadu supaya membatalkan lahan fasum fasos yang diklaim oleh PT. BTS, anak dari perusahaan CV. Bumi Waras (BW) yang merupakan hak masyarakat, “kata M. Yani, melalui whatsApp,Rabu (15/1).
Dia menjelaskan kuat dugaan adanya kesalahan malpraktik dalam proses penerbitan HGB untuk PT BTS sebab dari peta situasi rencana pemberian SHGB pada tanggal 10 April 1996 dan peta izin lokasi pada tanggal 3 mei 1996 lapangan bola dan pemakaman sudah dikeluarkan bersamaan dengan kantor TVRI oleh BPN Lampung Selatan.
“Anehnya pada tanggal 28 Agustus 1996 tanah lapangan olahraga masuk didalam peta SHGB PT. BTS padahal
lapangn sepak bola dan tanah kuburan telah gunakan jauh sebelum PT. BTS hadir, kami menduga adanya indikasi praktik mafia tanah yang melibatkan pihak tertentu,”ujarnya.
Sementara itu,mantan Kapolda Lampung sekaligus tokoh adat Lampung, Ike Edwin, mengatakan bahwa bahwa lokasi fasum- fasos tersebutmerupakan tanah adat Kedamaian yang dihuni sejak 1939 oleh masyarakat transmigran dari Pulau Jawa.
“Pada tahun 1970-an, Sekdes bersama Kepala Desa mengajukan tanah tersebut untuk digunakan sebagai lapangan sepak bola dan pemakaman, yang disetujui pemerintah tanpa ada masalah.
Kenapa pada 1996 CV. BW tiba-tiba mengajukan izin HGB dan memagar tanah tersebut? Yang lebih aneh, peta BPN tidak mencantumkan lapangan dan makam yang sudah ada,” ujarnya.
Sementara itu Komisi I DPRD Lamsel, Agus Sartono di dampingi Wakil Ketua Komisi I, Jenggis Khan Haikal segara memanggil pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) terkait penerbitan izin HGB.
“Kami akan memanggil BPN dan pihak PT. BTS mencari solusi. Mengapa HGB diterbitkan di atas tanah yang sudah lama digunakan masyarakat? Pihak BPN dan perusahaan harus menyelesaikan masalah ini dengan hati nurani,” ujarnya. (Pewarta Fuad)